More Tentang Ida,
Ehem!!
Mungkin tak banyak yang bisa kutulis di sini, aku lahir setelah hampir sepuluh bulan berada di perut ibuku, setelah sepasar kakeku memberiku nama Arsusi yang aku tidak tau artinya, ketika aku lahir menurut ibuku bapakku pas tidak ada di rumah, jadi Ida yakin jika bapakku tidak menyambutku dengan suara merdunya ketika azdan, sedih! Memang, tetapi apa boleh buat semua sudah tertulis di dalam urat nasibku.
Dan entah berapa lama bapaku menungguiku di masa bayiku karena ketika aku sudah mampu mengingat-ingat sesuatu, kulihat bapak sudah tidak berada lagi di sekitarku, katanya bapakku sudah meninggal, walau demikian angan kecilku masih berharap akan kehadiran bapaku yang tiba-tiba pulang dengan sekoper uang dan mainan.
Dari hari-kehari aku beranjak besar menjadi gadis cilik yang lumayan nakal, salah satu hobiku adalah menggigit teman sepermainan, jalanku penyin-nyilan dan suka bernyayi sepanjang jalan.
Hal yang aku paling tidak suka adalah ketika ada seorang lelaki hendak menikahi ibuku, entah kenapa, yang pasti aku memang tidak suka batinku sih,"bapak baru hanya akan bikin trouble saja" ha ha haa..
Memasuki kelas enam SD aku masih suka menangis meraung-raung sembari teriak-teriak jika ada yang menggoda "ibumu akan menikah lagi", aku benar-benar benci terhadap orang-orang yang menggodaku seperti itu, bahkan aku bisa mendadak sakit panas (serius nih!) entah mengapa yang jelas semua itu tidak mengada-ngada.
Aku tidak tau bagaimana rasanya di peluk dan dicium oleh seorang bapak!
Seperti anak kecil pada umumnya aku juga suka bermain-main dengan teman sebaya, kami biasa bermain: jual-belian, petak umpet ataupun main bola bekel di depan rumah bersama anak-anak tetanggaku.
Masa SD kuselesaikan pada tahun 1986, dan mungkin kenangan terindahku berada di bangku SD ini, karena ketika SD aku sudah terbiasa menari di atas panggung, tubuhku kecil seakan tidak bisa besar, mataku cemerlang bak bintang tak hayal jika guru kesenianku selalu mengikutkan aku ke dalam setiap perlombaan dan latihan.
Ada kebiasaan yang rada aneh juga di masa SD-ku, selain kegiatan-kegiatan extraku di sekolah, yaitu duduk-duduk di pemakaman dan mandi di kali setiap sore, aktif!, bahkan perasaanku saat itu hariku tidak akan sempurna tanpa mandi di kali dan nongkrong daerah pemakaman umum tersebut, aku juga suka menyusuri pematang sawah sembari menikamti angin yang bertiup pelan.
Semua kebiasaan itu berhenti secara pelan dan akhirnya total ketika aku harus masuk sekolah pada waktu SMP.
Masa SMP aku masih berbadan mungil seakan tidak bias besar, aku memasuki sekolahan Islam dan sempat pusing ketika pertama kali masuk sekolah, salah seorang guruku menuliskan doa ke dalam bahasa arab dan harap di hafalkan, ketika itu aku benar-benar bingung dan tidak betah masuk sekolah karena aku tidak bisa membaca huruf arab.
SMP bisa di bilang masa transisi yang sulit bagi Ida, oleh karena pemindahan kebiasaan dan hoby yang drastis, yang mana Ida harus stop menari, bermain ke kali, duduk di pemakaman dan harus mulai belajar membaca arab untuk mendukung pelajaran di sekolahku, jadi aku terpaksa melupalan senitari dan tempat nongkrong yang paling nyaman itu.
SMA, masa ini hambar bagiku, karena hampir tak ada kenangan sedikitpun selain kejutan-kejutan nilai pelajaran Agama dan PMP dan Bahasa Indonesiaku yang melesat tinggi ke udara, bahkan aku sempat tidak percaya dengan deretan angka sembilan di raporku, tetapi aku tidak mengerti darimana nilai itu, karena aku masih seperti dulu tidak suka belajar karena tidak ada yang membantu.
Seperti sekolah kejuruan lainya SMA-ku juga ada praktek kerja lapangan, mulai disini aku sudah ikut-ikutan teman membobol SPP dan menaikan tariff praktek kerja lapangan yang sudah di tentukan oleh sekolahan, "aduh maafkan aku maaak,!", begitulah kini jika aku ingat perilakuku yang satu itu, jujur au sedih karena ibuku sudah susah payah kerja dan menyekolahkan aku kemanapun aku mau.
PT alias perguruan tinggi aku memasuki Universitas Merdeka Surabaya, tepatnya di fakultas ekonomi, kuliah ini juga rada edan, karena sebenarnya aku ingin sekali menjadi journalist tapi malah menlenceng ke ekonomi, kejadian ini sama persis ketika saya memasuki SMP Islam tanpa kemampuan membaca huruf arab dan SMA yang SMEA, yang bahkan aku tak pernah berfikir sedikitpun tentang sekolahan feminine itu.
Di fakultas aku hanya duduk di bangkunya sekitar satu setengan tahun, dan ini juga kejutan bagi ibuku yang sudah serius membiayaiku, aku sedih tapi aku tidak mau bertele-tele menggigit pendidikan yang tidak sesuai dengan pribadiku, aku lepas dari unmer dan pindah ke Institute Pembangunan, sebuah Institute terbesar di Jawa timur waktu itu, aku memilih program Diploma Komputer, disini aku mulai asyik karena ada yang beda, dan selesai hampir satu tahun setengah.
Seperti keinginanku semula, selepas sekolah aku ingin kerja, jadi aku berusaha melamar kerja yang berbau officer, dan setelah muter-muter aku dapat kerja di sebuah perusahaan persero di kota kelahiranku sendiri, tetapi aku tidak betah karena beberapa hal dan kurang tantangan, karena diam-diam pelajaran management bisnis semasa SMA dan kuliahku yang sebentar itu telah nempel dan mempengaruhi otakku.
Aku keluar dan mencari situasi baru baru di Surabaya, aku mencari kakak kelasku semasa di UM, waktu aku menemuinya dia sudah habis di wisuda, akan tetapi tugasnya menjadi agen sebuah Koran local tetap dia laksanakan seperti semula. Dari dia aku mendapatkan ide untuk menjadi penulis lepas sebuah Koran tempatnya bekerja, dan aku setuju!.
Nasib ada di tangan Tuhan, tidak susah dan sulit bagi Tuhan jika berkehendak untuk memutar balikan nasib.
Teman adalah separo dari segalanya untuku, saya tidak bisa cuek dengan teman, begitu juga saya tidak mau di cueki oleh teman-teman, hingga akhirnya aku memiliki banyak teman, teman itu juga beraneka ragam, di dalam teman-teman saya tersebut saya memiliki seorang teman yang hendak membuka media masa di Hong Kong, kebetulan dia memilihku untuk di jadikan awak perusahaannya tsb. Aku senang dan suka sekali Karen cita-citaku menjadi journalist terpenuhi tanpa harus memasuki pendidikan journalistic, dan akupun di beri nama baru oleh temanku, yang katanya cocok buat public figur ( ceilee .. GR) yaitu ida Permatasari ini.
Pendek kata aku menjadi journalist plus rubrikatornya, apalagi setelah kemampuan saya kelihatan, teman saya tersebut menyerahkan segala tetek bengeknya tulisan hanya kepadaku.
Dengan kedudukan yang di andalkan oleh teman yang menjadi bosku tersebut aku semakin terbang melayang-layang mencari teman sebanyak-banyaknya lagi, temanku semakin banyak dan berbagai macam, dari yang berkulit putih hingga hitam, dan yang berkedudukan hingga pengangguran semua aku punya.
Kini aku juga sudah memiliki sebuah buku juga tak lepas dari jasa temanku yang menjadi guru, untuk dunia tulisan mungkin aku tidak bisa berpaling, kini baru aku sadari jika ternyata aku memiliki kelebihan di dunia tulisan,percaya atu tidak terserah! he hee, tapi aku merasakah jika tubuhku di aliri oleh darah penulis, entah darah siapa, mungkin bapakku, kakekku ataupun ibuku aku tidak tau, karena aku tidak pernah meilhat mereka serius di bidang ini.
o-ya di Hong Kong aku juga sempat menyelesaikan pendidikan Komputerku hingga benar-benar beres, alhasil: ketika membikin buku untuk sampul aku tidak perlu repot-repot mencari pembantu, jadi cukup dengan hasil designanku sendiri, lumayan juga bisa ngirit nggak perlu bayar orang, iyakan? sedang untuk halamannya semua di atur oleh seorang teman yang sudah aku anggap guruku.
Capek ah!
Dalam hidupku ternyata kehadiran teman lebih penting dari pada kehadiran bapak, karena ternyata tanpa bapak aku juga bisa besar dan bahagia.
******
Mungkin aku tidak bisa menghindar dari dunia tulisan, akan tetapi aku tetap akan berfikir secara positif soal masa depan hidup dan matiku.
Menjadi penulis itu bagus, dan aku sedang belajar sungguh-sungguh agar bisa menjadi seorang penulis yang baik, akan tetapi alangkah bagusnya jika aku akan menjadi seorang penulis yang tidak mengesampingkan segala kewajiban sebagai kalifatullah yang tunduk kepada ajaran agamanya.